Hangatnya Barcelona, Slaughter house in Odense, No Pasta for Brussels.
Setelah berminggu-minggu hadapi dinginnya Jerman, akhirnya bisa juga menyentuh matahari hangat di Barcelona. Tepatnya tanggal 7 minggu lalu, datang di stasiun Barcelona jam 10.30 malam, Grey menjemput di depan pintu keluar dengan sepeda hitamnya. Kami lalu mengambil salah satu sepeda Bicing, fasilitas sepeda umum yang dapat digunakan oleh penduduk Barcelona, untuk saya gunakan. Grey membawa 15 kilo koper saya di keranjang depan sepedanya.
Mungkin tidak banyak yang tahu alasan mengapa kami berkolaborasi. Salah satu alasannya adalah bahwa kami memiliki pandangan yang sama tentang bagaimana cara hidup yang tepat (tentu saja menurut kani). Alat transportasi kami sama. Saya juga memilih sepeda untuk transportasi saya di Jogja. Sebisa mungkin kami menjaga keseimbangan alam yang mungkin pada kenyataannya perubahan yang kami inginkan tidak akan terjadi.. terlalu banyak sistem busuk yang telah terbangun untuk dilawan, yang bisa kami lakukan adalah memperbaiki hidup kami dalam skala yang lebih sederhana dan ramah lingkungan.
Baru 5 menit berjalan, Grey mengajukan proposal untuk menonton sederetan rapper dari Kuba. Teman serumah kami, Oriana, sedang menjalankan sebuah proyek fotografi. Oriana sudah melakukan banyak perjalanan untuk melihat bagaimana hiphop menjadi sebuah senjata untuk perubahan sosial di berbagai negara dan pada akhirnya, beberapa rapper bisa melakukan perjalanan ke Barcelona untuk beberapa set pertunjukan.
Sejenak menaruh barang-barang di apartemen Grey, kami langsung menuju ke sebuah club di tengah kota Barcelona. Melihat teman-teman dari Kuba di panggung, sekali lagi saya teringat dengan komunitas hiphop di Malang dan Surabaya di tahun 2000. Dulu kami memiliki energi yang sama dengan mereka. Tergolong tidak mampu, mencoba menyuarakan ide-ide kami, tidak terlalu banyak melakukan perjalanan ke luar kota, tidak heran jika musik dan lirik yang kami bawakan terdengar gelap bahkan terkadang marah.
Mungkin kita bisa sedikit belajar bersama lewat pengalaman Oriana:
- http://orianomada.blip.tv/#766035
- http://flickr.com/photos/orianomada
Sebelum esoknya kami harus berangkat ke Denmark yang dingin, masih ada beberapa bagian performance yang harus kami sempurnakan. Saya memutuskan untuk mengiyakan ajakan Grey untuk main drum padahal belum pernah belajar. Untuk itu saya harus berlatih intensif supaya penonton yakin saya sudah tahunan main drum :). Sayangnya kami tidak bisa berlatih drum di Hangar karena terlalu berisik. Maka kami memutuskan untuk berlatih drum di bawah sinar bulan di pelabuhan yang tertutup untuk umum. Kami bersembunyi di tembok beton perengan pelabuhan agar drum kami tidak terdengar. Berharap petugas keamanan tidak menemukan kami. Untuk memanjat kembali perengan tersebut, saya harus rela melukai lutut saya. Namun sensasi main drum beradu dengan gemuruh ombak dan perasaan terancam diusir oleh petugas setempat membuat luka kecil itu tidak ada artinya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
9 Oktober, 2009
Berlari jam 8 pagi menuju Metro (transportasi umum bawah tanah) Bogatell, pesawat kami terbang jam 12an. Sayangnya terminal baru Barcelona harus ditempuh 10 menit dari pemberhentian terakhir di bandara. Artinya, kami salah prediksi dan harus cemas akan tertinggal pesawat. Namun untungnya online check in machine mempermudah segalanya.. Tidak hanya itu, Grey bilang, "you will see everything is late in Barcelona". Pesawat boarding 15 menit terlambat.
Dari bandara di Copenhagen, Denmark, kami masih harus naik kereta menuju ke Odense. Di stasiun kereta Odense, kami akan dijemput oleh panitia. Kami berdua terkejut ketika mendengarkan harga tiket per orang menuju Odense 35 euro! Kami menolak melakukan reservasi tempat duduk karena kami pikir sistem nya akan sama saja seperti negara Eropa lainnya. Sayangnya kami harus berakhir duduk di lantai karena keretanya full-booked.
Sampai di Odense, kami harus langsung ke venue untuk sound-check. Mengejutkan ketika kami tahu acara akan diadakan di bekas tempat pemotongan hewan ternak (sapi, babi, etc). Tempat pembunuhan binatang yang akhirnya di bungkus dalam plastik lalu dimasukkan ke dalam panci untuk dimakan oleh kita, tepatnya. Krisis ekonomi membuat tempat ini terbengkalai dan dapat disewa murah oleh panitia Phono Festival (http://www.phonofestival.dk/). Tidak terlalu banyak masalah teknis yang kami hadapi. Seperti biasa di akhir acara kami tutup dengan aksi perkusi diantara penonton.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
10 Oktober 2009
Bangun pagi-pagi lagi setelah malam yang melelahkan. Bandara lagi.. hegh.. kali ini tidak ada transit selain jam 10 pagi dari hotel. Artinya, kami harus menunggu beberapa jam di bandara Copenhagen dengan tidak banyak pilihan makanan. Kami mencuri beberapa makanan dari breakfast yang disediakan. Karena kami tidak bisa membayangkan makan Burger King di sana. Hmm.. mungkin tidak bisa juga dibilang mencuri karena itu hak kami. Cuma saja pandangan sosial akan menganggap kami mencuri karena tidak tepat membawa banyak makanan dari sarapan super indah yang disediakan oleh hotel.
Ada email dari panitia di Brussels, "ada vegetarian pasta hangat tersedia ketika kalian datang". Yes! Acara di sini sungguh berbeda dari Odense. No luxury. Dan tepat. Setelah 11 jam perjalanan dari Odense, pasta itu tidak pernah tersedia sampai akhir acara. Tidak hanya itu. Saya kehilangan megaphone 1 menit sebelum panggung harus dimulai. Pada akhirnya memang dikembalikan, namun kami harus menyuap dengan satu CD Filastine gratis pada orang yang menemukannya.
Dibalik semua kekurangan tersebut, atmosfir dari acara ini seperti kebanyakan atmosfir yang kami inginkan. Tidak jarang suasana festival terasa kurang hangat meski kami dikelilingi kenyamanan. Berada diantara anak muda dreadlock 20 tahunan, suasana kolektif, venue dengan muatan 200-300 orang di sebuah rumah yang dihuni banyak orang, punk style, panas, gila, dan bebas, lalu tentu saja berakhir dengan tidur di lantai di sebuah apartemen milik salah satu panitia. Namun seperti yang saya bilang, terkadang terlalu bebas sampai kami harus mencari makanan sendiri dan kehilangan megaphone yang cukup penting sebagai bagian dari set panggung kami.
Band yang mengisi acarapun bervariasi. Terdengar hardcore band lalu selanjutnya gipsy punk dengan banyak akordion dengan irama ska, DJ dengan set up yang up beat, lalu kami.. (Filastine). Apa masih terdengar teriakan penonton di akhir set kami? Ya.. tentu saja, meskipun terdengar lebih mabuk karena bir Belgia :). Kadang sulit membedakan apakah penonton berteriak karena terlalu mabuk atau memang menyukai penampilan kami.
Mungkin tidak banyak yang tahu alasan mengapa kami berkolaborasi. Salah satu alasannya adalah bahwa kami memiliki pandangan yang sama tentang bagaimana cara hidup yang tepat (tentu saja menurut kani). Alat transportasi kami sama. Saya juga memilih sepeda untuk transportasi saya di Jogja. Sebisa mungkin kami menjaga keseimbangan alam yang mungkin pada kenyataannya perubahan yang kami inginkan tidak akan terjadi.. terlalu banyak sistem busuk yang telah terbangun untuk dilawan, yang bisa kami lakukan adalah memperbaiki hidup kami dalam skala yang lebih sederhana dan ramah lingkungan.
Baru 5 menit berjalan, Grey mengajukan proposal untuk menonton sederetan rapper dari Kuba. Teman serumah kami, Oriana, sedang menjalankan sebuah proyek fotografi. Oriana sudah melakukan banyak perjalanan untuk melihat bagaimana hiphop menjadi sebuah senjata untuk perubahan sosial di berbagai negara dan pada akhirnya, beberapa rapper bisa melakukan perjalanan ke Barcelona untuk beberapa set pertunjukan.
Sejenak menaruh barang-barang di apartemen Grey, kami langsung menuju ke sebuah club di tengah kota Barcelona. Melihat teman-teman dari Kuba di panggung, sekali lagi saya teringat dengan komunitas hiphop di Malang dan Surabaya di tahun 2000. Dulu kami memiliki energi yang sama dengan mereka. Tergolong tidak mampu, mencoba menyuarakan ide-ide kami, tidak terlalu banyak melakukan perjalanan ke luar kota, tidak heran jika musik dan lirik yang kami bawakan terdengar gelap bahkan terkadang marah.
Mungkin kita bisa sedikit belajar bersama lewat pengalaman Oriana:
- http://orianomada.blip.tv/#766035
- http://flickr.com/photos/orianomada
Sebelum esoknya kami harus berangkat ke Denmark yang dingin, masih ada beberapa bagian performance yang harus kami sempurnakan. Saya memutuskan untuk mengiyakan ajakan Grey untuk main drum padahal belum pernah belajar. Untuk itu saya harus berlatih intensif supaya penonton yakin saya sudah tahunan main drum :). Sayangnya kami tidak bisa berlatih drum di Hangar karena terlalu berisik. Maka kami memutuskan untuk berlatih drum di bawah sinar bulan di pelabuhan yang tertutup untuk umum. Kami bersembunyi di tembok beton perengan pelabuhan agar drum kami tidak terdengar. Berharap petugas keamanan tidak menemukan kami. Untuk memanjat kembali perengan tersebut, saya harus rela melukai lutut saya. Namun sensasi main drum beradu dengan gemuruh ombak dan perasaan terancam diusir oleh petugas setempat membuat luka kecil itu tidak ada artinya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
9 Oktober, 2009
Berlari jam 8 pagi menuju Metro (transportasi umum bawah tanah) Bogatell, pesawat kami terbang jam 12an. Sayangnya terminal baru Barcelona harus ditempuh 10 menit dari pemberhentian terakhir di bandara. Artinya, kami salah prediksi dan harus cemas akan tertinggal pesawat. Namun untungnya online check in machine mempermudah segalanya.. Tidak hanya itu, Grey bilang, "you will see everything is late in Barcelona". Pesawat boarding 15 menit terlambat.
Dari bandara di Copenhagen, Denmark, kami masih harus naik kereta menuju ke Odense. Di stasiun kereta Odense, kami akan dijemput oleh panitia. Kami berdua terkejut ketika mendengarkan harga tiket per orang menuju Odense 35 euro! Kami menolak melakukan reservasi tempat duduk karena kami pikir sistem nya akan sama saja seperti negara Eropa lainnya. Sayangnya kami harus berakhir duduk di lantai karena keretanya full-booked.
Sampai di Odense, kami harus langsung ke venue untuk sound-check. Mengejutkan ketika kami tahu acara akan diadakan di bekas tempat pemotongan hewan ternak (sapi, babi, etc). Tempat pembunuhan binatang yang akhirnya di bungkus dalam plastik lalu dimasukkan ke dalam panci untuk dimakan oleh kita, tepatnya. Krisis ekonomi membuat tempat ini terbengkalai dan dapat disewa murah oleh panitia Phono Festival (http://www.phonofestival.dk/). Tidak terlalu banyak masalah teknis yang kami hadapi. Seperti biasa di akhir acara kami tutup dengan aksi perkusi diantara penonton.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
10 Oktober 2009
Bangun pagi-pagi lagi setelah malam yang melelahkan. Bandara lagi.. hegh.. kali ini tidak ada transit selain jam 10 pagi dari hotel. Artinya, kami harus menunggu beberapa jam di bandara Copenhagen dengan tidak banyak pilihan makanan. Kami mencuri beberapa makanan dari breakfast yang disediakan. Karena kami tidak bisa membayangkan makan Burger King di sana. Hmm.. mungkin tidak bisa juga dibilang mencuri karena itu hak kami. Cuma saja pandangan sosial akan menganggap kami mencuri karena tidak tepat membawa banyak makanan dari sarapan super indah yang disediakan oleh hotel.
Ada email dari panitia di Brussels, "ada vegetarian pasta hangat tersedia ketika kalian datang". Yes! Acara di sini sungguh berbeda dari Odense. No luxury. Dan tepat. Setelah 11 jam perjalanan dari Odense, pasta itu tidak pernah tersedia sampai akhir acara. Tidak hanya itu. Saya kehilangan megaphone 1 menit sebelum panggung harus dimulai. Pada akhirnya memang dikembalikan, namun kami harus menyuap dengan satu CD Filastine gratis pada orang yang menemukannya.
Dibalik semua kekurangan tersebut, atmosfir dari acara ini seperti kebanyakan atmosfir yang kami inginkan. Tidak jarang suasana festival terasa kurang hangat meski kami dikelilingi kenyamanan. Berada diantara anak muda dreadlock 20 tahunan, suasana kolektif, venue dengan muatan 200-300 orang di sebuah rumah yang dihuni banyak orang, punk style, panas, gila, dan bebas, lalu tentu saja berakhir dengan tidur di lantai di sebuah apartemen milik salah satu panitia. Namun seperti yang saya bilang, terkadang terlalu bebas sampai kami harus mencari makanan sendiri dan kehilangan megaphone yang cukup penting sebagai bagian dari set panggung kami.
Band yang mengisi acarapun bervariasi. Terdengar hardcore band lalu selanjutnya gipsy punk dengan banyak akordion dengan irama ska, DJ dengan set up yang up beat, lalu kami.. (Filastine). Apa masih terdengar teriakan penonton di akhir set kami? Ya.. tentu saja, meskipun terdengar lebih mabuk karena bir Belgia :). Kadang sulit membedakan apakah penonton berteriak karena terlalu mabuk atau memang menyukai penampilan kami.
Comments
Post a Comment